MAKALAH
KARAKTERISTIK STUDI ISLAM
Dipresentasikan dalam Mata Kuliah
Pengantar
Studi Islam
yang diampu oleh : M. Rikza
Chamami, MSI
Nur farida
NIM. 123911001
Laely Hidayati
NIM. 123911003
Nanda Octavia
Putri
NIM. 123911009
Aisyah
NIM. 123911028
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Karakteristik berasal dari bahasa, “character” yang berarti watak, karakter dan
sifat.[1]
Selanjutnya, kata ini menjadi characteristik
yang berarti sifat yang khas yang membedakan antara satu dan yang lainnya.
Dalam bahasa Indonesia caracter berarti sifat yaitu rupa atau keadaan yang
tampak dalm suatu benda atau kata yang menyatakan keadaan sesuatu.
Karakteristik studi islam adalah suatu sifat
atau keadaan dari studi islam.dalam makalah ini kami akan membahas tentang
karateistik studi islam yang dimana akan membahas studi ala qur’an, studi
hadits, studi sejarah islam ,studi hukum islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian studi Al-Qur’an?
B.
Apa pengertian studi hadits?
C.
Apa pengertian studi sejarah islam?
D.
Apa pengertian studi hukum islam?
A.
Apa pengertian studi Al-Qur’an
1.
Pengertian Al-Qur’an
Secara
etimologi Al-Qur’an berasal dari kata “qora’a, yaqra’u, qira’atan, atau
qur’anan” yang berarti mengumpulkan (al-jam’u)
dan penghimpunan (al- dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu
bagian ke bagian lain secara teratur. Di katakan Al-Qur’an karena ia berisikan
inti dari semua kitabullah dan inti sari dari dari ilmu pengetahuan.
Sedangkan
pengertian Al-Qur’an dari segi terminologinya dapat di pandagi dari pemandangan
beberapa ulama berikut:
a.
Muhammad Salim Muhsin, dalam
bukunya Tarikh Al-Qur’an Al Karim menyatakan bahwa:
الْقُرْاءَنُ هُوَ كَلَ مُ اللَّهِ تَعَالَى
الْمُنَزَّلُ عَلَى نَبِيُّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
الْمَكْتُوْبُ فِيِ الْمَصَا حِفِ الْمَنْقُوْلُ اِلَيْنَا نَقْلاً مُتَوَا تِرُا
الْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَثِهِ الْمُتَحَدَّى بِاقْصَرِ سُوْرَةً مِنْهُ
“ Al Qur’an adalah firman Allah yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dalam mushaf-mushaf yang di nukil atau diriwayatkan kepada
kita dengan jalan yang mutawatir dan membacanya di pandang ibadah serta sebagai
penentang ( bagi yang tidak percaya ) walaupun surat
terpendek.”
b.
Abdul Wahib Khalaf mendefinisikan
Al Qur’an sebagai firman Allah SWT. Yang diturunkan melalui Ruh Al-Amin (jibril) kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan
bahasa arab, isinya di jamin kebenarannya, dan sebagai hujjah ke rasulannya,
undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta di pandang
ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushaf yang di mulai dari surat
Al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas, yang di riwayatkan kepada kita
dengan jalan mutawatir.
c.
Muhammad Abduh mendefinisikan
Al-Qur’an sebagai kalam mulia yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi yang
paling sempurna (Muhammad SAW) ajarannya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan.
Ia merupakan sumber yang mulia yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi
orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas.
Ketiga
definisi Al Qur’an tersebut sebenarnya saling melengkapi. Definisi pertama
lebih melihat keadaan Al-Qur’an dengan firman Allah secara mutawatir,
membacanya sebagai ibadah, dan salah satu fungsinya sebagai mu’jizat atau
melemahkan para lawan yang menantangnya. Definisi ke dua melengkapi penjelasan
cara turunnya melalui malaikat Jibril. Penegasan tentang permulaan surat dari
Al-Qur’an serta akhir suratnya, juga sebagai undang-undang bagi seluruh umat
manusia dan petunjuk dalam beribadah. Dan definisi ketiga melengkapi isi
Al-Qur’an yang mencukup keseluruhan ilmu pengetahuan, fungsinya sebagai sumber
yang mulia, dan penggalian esensinya hanya bisa di capai oleh orang-orang yang
berjiwa suci dan cerdas.
2.
Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an di
turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk di sampaikan kepada umat manusia, sudah barang tentu
memiliki sekian banyak fungsi, baik bagi Nabi Muhammad itu sendiri maupun bagi
kehidupan manusia secara keseluruhan. Di antara fungsi Al-Qur’an adalah sebagai
berikut :
1)
Bukti kerasulan Muhammad dan
kebenaran ajarannya.
2)
Petunjuk akidah dan kepercayaan
yang harus di anut oleh manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan
Allah dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
3)
Petunjuk mengenai akhlak yang murni
dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus di ikuti
oleh manusia dalam kehidupannya secara individual dan kolektif.
4)
Petunjuk syari’at dan hukum dengan
jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus di ikuti oleh manusia dalam
hubungannya dengan tuhan dan sesama manusia. Atau dengan kata lain, Al-Qur’an
adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia ke jalan yang harus di tempuh demi
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Syekh Muhammad
Abduh, sebagai bapak pemandu aliran rasionalis, masih mendudukan fungsi
Al-Qur’an yang tertinggi. Dalam arti, walaupun akal sehat maupun mengetahui
yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, tetapi ia tidak mampu
mengetahui hal-hal yang ghoib. Disinilah letak fungsi dan peran Al-Qur’an.
Lebih dari
itu, fungsi Al-Qur’an adalah sebagai hujjah umat manusia yang merupakan sumber
nilai objektif, universal, dan abadi, karena ia di turunkan dari Dzat Yang Maha
Tinggi. Kehujjahan Al-Qur’an dapat di benarkan, karena ia merupakan sumber
segala macam aturan tentang hukum, sosial ekonomi, kebudayaan, pendidikan,
moral, dan sebagainya, yang harus di jadikan pandangan hidup bagi seluruh umat
Islam dalam memecahkan setiap persoalan (
QS. Al- A’raf:158; An-Nahl :59; Al Ahzab:36).
|
3.
Wilayah Kajian Al-Qur’an
Dalam
kitab-kitab ilmu-ilmu Al-Qur’an (ulum Al-Qur’an) di kupas sejumlah
masalah berarti topik-topik itulah yang menjadi kupasan dalam studi Al-Qur’an.
Topik-topik bahasan ilmu Al-Qur’an dalam ringkasan dapat di gambarkan demikian.
Pertama, sejarah ilmu Al-Qur’an yang mencakup : (1) pertumbuhan ilmu-ilmu AlQur’an, (2) ilmu Al-Qur’an di masa Rosul dan
Khulafaurrosyidin, (3)
tokoh-tokoh tafsir dalam abad ke dua hijriyah.
Ke dua, ilmu tentang latar belakang turunnya ayat
yang mencakup: (1) hubungan sebab dengan musabab, (2) kisah
turunnya aya, (3) kepentingan dan kedudukan ilmu
asbabun nuzul, (4) hubungan surat dengan
surat.
Ke tiga, ilmu
makkiy wal al madani, yakni ilmu yang menerangkan mana Al-Qur’an yang diturunkan
di makkah dan mana yang turun di madinah, dan mencakup: (1) ciri-ciri surat
makkiyah, (2) ciri-ciri surat madaniyah, (3) kisah ashabul kahfi.
Ke empat, ilmu
cara-cara membaca Al-Qur’an yang mencakup: (1) makna Al-Qur’an di turunkan
tujuh huruf, (2) para qurra’, (3) qiraat yang benar dan tidak benar.[3]
B.
Studi Hadits
1. Pengertian
Hadits ( Sunnah )
Ditinjau dari segi bahasa terdapat
perbedaan arti antara kata Sunnah dan Hadits. “Sunnah“
berarti tata cara,
tradisi, atau perjalanan, sedangkan “Hadits” berarti berita, ucapan atau
penyataan sesuatu yang baru. Dari segi istilah Sunnah identik dengan Hadis,
atau dalam pengertian tidak ada perbedaan antara Sunnah dan Hadis, yaitu :
مَا
اُضِيْفَ اِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليه وسلّم قَوْلاً اَوْ
فِعْلاً اَوْتَقْرِيْرًا اَوْنَحْوَهَا
“ Informasi atau apa - apa yang disandarkan kepada Rasulullah
SAW. Berupa ucapan ( qauliyah ), perbuatan ( fi’liyah )atau persetujuannya (
taqririyah ), dsan sebagainya. “
Berdasarakan definisi tersebut,
Sunnah atau Hadis dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1.
Sunnah Qauliyah, yaitu sunnah dalam
bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah SAW. yang menerangkan hukum - hukum,
tata cara, atau maksud ayat - ayat Al-Qur’an, seperti:
مَنْ سَنَّ
سُنَّةً فَلَهُ اَجْرُهاَ وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا.وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً
سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهاَ وَوِزْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا(رواه مسلم)
“ Barang siapa membuat Sunnah ( suatu cara )
yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya dan
pahala sebesar yang diberikan kepada pengikutnya dengan tidak berkurang sedikit
pun darinya. Dan barang siapa yang membuat Sunnah ( suatu cara ) yang buruk
dalam Islam, maka ia akan menerima dosanya dan dosa sebesar yang diberikan
kepada pengikutnya dengan tidak berkurang sedikit pun darinya. “ ( HR.Muslim )
2.
Sunnah Fi’liyah, yaitu Sunnah dalam
bentuk perbuatan yang menerangkan cara melaksanakan ibadah ( shalat, wudhu,
manasik haji, dan lain - lain ). Seperti cara melaksankan ibadah shalat, dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda :
صَلُّوْا كَمَا
رَاَيْتُمُوْنِى اُصَلِّى(رواه البخارى)
“
Salatlah kamu sekalian sebagaiman kalian melihat cara aku melaksanakan
shalat. “ ( HR. Bukhori )
Atau tata cara melaksanakan ibadah haji,
sabdanya :
خُذُوْا عَنِّ
مَنَا سِكَكُمْ(رواه مسلم)
“ Ambillah dariku cara - cara melaksanakan
haji . “ ( HR. Muslim )
3.
Sunnah Taqririyah, yaitu ketetapan
Rasulullah SAW. atau diamnya terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya,
atau Nabi membiarkannya, tidak menegur atau melarangnya. Contoh ketika
peperangan, diperjalanan mereka beristirahat. Ditengah istirahat Rasulullah
melihat para sahabatnya sedang memakan binatang biawak lalu memakannya. Beliau
diam membiarkannya ( tidak mengurnya ). Diamnya Rasulullah berarti mengizinkan
perbuatan itu artinya boleh memakan daging biawak dalam situasi yang benar -
benar tidak ada makanan sama sekali.
2. Kedudukan dan
Fungsi Sunnah
Kedudukan Sunnah atau Hadis dalm Islam
dijadikan rujukan dan sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, sebab seluruh
ucapan dan perilaku Rasulullah dijadikan suri tauladan bagi umatnya, dan
ketaatan terhadap seluruh perin'tah-Nya merupakan uatu keharusan untuk
dilaksanakan. Seperti firman-Nya :
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا
اَطِيْعُوْ اللَّهَ وَاَطِيْعُاوْاالرَّسُوْلَ وَاُوْلىِ الْاَمْرِ مِنْكُمْ
“ Hai orang-orang yang berriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul dan orang-orang yang
memerintah diantara kamu….”( QS. An-Nisa’ : 59 )
Landasan
yang lebih jelas tentang kedudukan Sunnah atau Hadis dijadikan sumber ajaran
Islam, adalah :
1.
Al – Qur’an. Banyak ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang heharus taat dan mengikuti Rasul atau Sunnahnya,
seperti QS. An-Nisa’ : 59.
2.
Hadis ( Sunnah ) Rasul, diantaranya
:
نركت فيكم
أمرين لن تضلّوا ما إن تضلّوا ماإن تمسّكتم بهما كتا ب الله وسنّة رسوله.
“ Telah aku tinggalkan bagimu dua perkara, dan
kamu tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya. Yaitu
Kitabullah ( Al-Qur’an ) dan Sunnah Rasul-Nya. “
3.
Unsur Iman dan Ijma’. Umat Islam
telah sepakat bahwa diantara rukun iman adalah percaya bahwa Nabi Muhammad SAW.
sebagai utusan Allah ( Rasulullah ), dan sepakat pula untuk taat mengamalkan
seluruh ajaran dan ketentuannya, sebagaimana mereka sepakat untuk taat
mengamalkan Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai sumber ajaran.
Ketiga landasan diatas, sangant
tepat bila didasari dengan fungsi Sunnah terhadap Al-Qur’an yang secara garis
besarnya meliputi lima fungsi berikut ini :
1)
Sunnah menguatkan
hukum yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Apabila terdapat ayat Al-Qur’an yang
menyebutkan suatu perintah atau larangan, maka sunnah menegaskan dan menguatkan
perintah atau larangan tersebut. Seperti yang berkaitan dengan keimanan,
Al-Qur’an menyebutkan :
يَاَيُّهَا
الَذِيْنَ اَمَنُوْ اَمِنُوْ بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ وَالْكِتَابِ الّذِيْ نَزَّلَ
عَلَى رَسُوْلِهِ وألْكِتَاب الّذِى اُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ ومن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَملائكتهِ
وكتبهِ ورسله واليومِ الاخر فقَدْ ضَلَّ
ؤضلَلاَ بَعِيْدَا
“ Hai orang-orang beriman, berimanlah (
sungguh-sungguh ) kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan
sebelumnya. Dan barang siapa tidak percaya kepada Allah, para malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari akhir, maka sesungguhnya orang itu
telah benar-benar sesat.” ( QS.An-Nisa’ : 136 )
2)
sunnah memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang
masih global, baik rincian itu bersifat teoritis ataupun yang bersifat praktis.
Seperti Al-Qur’an yang menyatakan perintah sholat dalam firman-Nya:
اقيمو الصّلاة
واتواالزّكاة
Hendaklah kamu
sekalian mendirikan sholat dan menunaikan zakat (QS:
Al-Baqarah: 110)
Perintah
shalat dalam ayat di atas masih bersifat umum tidak menjelaskan antara sholat
wajib dan sholat sunnah. Kemudian sunnah merincinya secara operasional, di
antaranya hadits Rosulullah SAW. Yang bersumber dari thalhah bin ubaidillah,
bahwasanya telah datang seorang arab badui kepada Rosulullah dan berkata,
“wahai Rosul, beritahukan kepadaku sholat apa yang di lakukan untukku?”Rosul
menjawab, “sholat lima waktu, yang lainnya sunnah”( HR. Bukhori dan
Muslim).
3)
Sunnah mengikat
atau membatasi makna-makna ayat Al-Qur’an yang bersifat lepas atau umum atau
mutlak ( taqyid al-muthlaqah).
4)
Sunnah mengususkan atau memberi pengecualian
terhadap pernyataan Al-Qur’an bersifat umum (takhshish al-‘aam)
5)
Sunnah menetapkan hukum baru yang
tidak di tetapkan secara eksplisit oleh Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an banyak hal
yang tidak di tetapkan secara eksplisit atau pasti.
Dari kelima fungsi sunnah tersebut,
empat yang pertama di sepakati oleh para ulama, sementara yang ke lima di
perselisihkan. Adapun masalah pokok yang di perselisihkan adalah; apakah sunnah
dapat menetapkan suatu hukum tanpa bergantung kepada Al-Qur’an, atau apakah penetapan
hukum baru itu selalu mempunyai pokok (ashl) dalam Al-Qqur’an.
Dalam persoalan tersebut mayoritas
ulama (jumhur al-ulama) sepakat berpendapat bahwa selama Nabi di yakini ma’shum,
maka otoritasnya untuk membuat hukum adalah suatu hal yang dapat di terima
akal. Di samping itu, hukum yang di tetapkan sunnah selalu merujuk kepada
Al-Qur’an, karena sunnah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an, sehingga hukum
yang di tetapkan oleh sunnah bukan hukum yang bersiri sendiri melainkan sebagai
penjabaran secara eksplisit dari ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat implisit
atau global. [4]
C.
Studi Hukum Islam
Mengacu kepada gejala studi Islam
pada umumnya, makan hukum islam juga dapat dipandang sebagai gejala budaya dan
sebagai gejala sosial, filsafat dan aturan hukum Islam adalah gejala budaya, sedangkan
interaksi orang-orang Islam dengan sesamanya atau dengan masyarakat non muslim
disekitar hukum Islam adalah gejala sosial .
Secara lebih terperinci
Atho’Mudzhar membedakan studi hukum Islam sebagai berikut :
a.
Penelitian hukum Islam sebagai doktrin azaz ,dalam penelitian
ini sasaran utamanya adalah dasar-dasar konseptual hukum Islam seperti masalah-masalah filsafat hukum, sumber-sumber hukum, konsep maqashud al- shari’ah, awa’id al fiqhiyah, manhaj al ijtihad, tariq al istinba, konsep qiyas, konsep ‘am dan khas, konsep
nasikh dan mansukh.
b.
Penelitian hukum Islam normatif. Dalam penelitian ini sasaran
utamanya adalah hukum Islam sebagai norma atau aturan, baik yang masih dalam
bentuk nas maupun yang sudah menjadi produk pemikiran manusia aturan yang masih
dalam bentuk nash meliputi ayat-ayat ahkam dan hadis ahkam, sedangkan kitab
fiqih perbandingan keputusan peradilan dan sebagainya.
c.
Penelitian hukum Islam sebagai gejala sosial sasaran utamanya dari penelitian ini adalah perilaku hukum masyarakat muslim dan masalah-masalah
interaksi antar sesama manusia, perumusan dan penetapan hukum dan lain-lain.
Demikianlah
tiga bentuk studi hukum islam yang dapat dilakukan secara terpisah dan
bersama-sama. Untuk melihat keterkaitannya satu sama lainnya mengenai hukum Islam.
Dua bentuk studi Islam yang pertama yakni studi hukum Islam sebagai doktrin
azaz dan penelitian hukum Islam sebagai normatif, dapat digabungkan disebut sebagai
studi hukum Islam doktrinal. Sedangkaan
bentuk studi hukum Islam yang
ketiga dapat disebut sebagai studi hukum Islam
sosiologis (nondoktrinal).
Dua bentuk studi yang pertama melihat Islam sebagai
gejala budaya ,dan bentuk studi islam yang ketiga melihat Islam sebagai gejala sosial.
Seperti halnya penggunaan pendekatan
sosiologis dalam studi Islam pada umumnya, penggunaan pendekatan sosiologi
dalam studi hukum Islam dapat
mengambil tema sebagai berikut:
pertama, pengaruh
hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan masyarakat. Seperti contoh bagaimana hukum Islam
ibadah haji itu telah mendorong ratuasan umat Islam Indonesia setiap tahun
berangkat ketanah suci mekah, dengan segala akibat ekonomi, penggunaan alat
transportasi, dan organisassi menejemen dalam penyelenggaraanya, serta
akibat-akibat struktural dan sosial yang terbentuk setelah pulang dari ibadah
haji.
Kedua, pengaruh perubahan dan perkembangan masyarakat
terhadap perkembangan pemikiran hukum Islam. Sebagaimana
pengaruh oil boomi dinegara-negara timur tengah dan semakin mengentalnya Islam sebagai ideologi ekonomi negara-negara teluk pada awal tahun
1970-an telah menyebabkan lahirnya sistem perbankan Islam, yang kemudian
berdampak ke Indonesia menjadi bank mu’amalah.
Ketiga, Tingkat pengalaman hukum agama masyarakat,
misalnya bagaimana perilaku masyarakat mengacu kepada ajaran-ajaran agama?.
Seberapa jauh mereka melakukan ritual mengenai
ajaran agama, ajaran zakat, haji, dan
sebagainya?. Informasi ini diperlukan terutama oleh dan pengembang masyarakat.
Studi evaluasi ini juga dapat digunakan untuk eksperimentasi dan mengukur
efektifitas suatu program. Misalnya paket UU nomor 1 tahun 1974, Undang-Undang
tentang kompetisi Peradilan Agama no.7 tahun 1989 telah berhasil mengurangi
angka perceraian.
Keempat, Pola interaksi
masyarakat di sekitar hukum Islam.
Bagaimana kelompok-kelompok keagamaan dan politik di Indonesia merespon RUU anti
ponografi dan pornoaksi (RUUPP), atau boleh tidaknya wanita menjadi pemimpin
negara ketika fatwa tersebut muncul ditengah gegap gembitanya kampanye pilihan
presiden.
Kelima, Gerakan atau
organisasi kemasyarakatan yang mendukung atau tidak mendukung terhadap
formalisasi penerapan hukum Islam. Seperti perhimpunan penghulu, perhimpunan
hakim agama,dalam hubungan ini dapat dipaparkan beberapa contoh dinamika
pemikiran hukum sebagai sasaran hukum Islam sosiolgis. Bentuk yang terakhir ini sudah masuk wilayah
aksi gerakan. Kalau dilihat dari paradigma
Weberian, maka makna religius apa yang ditangkap dari gerakan-gerakan tersebut.
Apakah dalam rangka pemurnian ajaran, atau sikap sebagai tradisi
bermadzhab, atau menginginkan perubahan dan rasionalitas ajaran.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa hukum Islam dapat
dipahami sebagai hukum asas, sebagai hukum normatif, dan sebagai hukum
sosiologis. Karena itu pendekatan sosiologis
dapat diterapkan dalam studi-studi hukum Islam seperti
pada studi hukum Islam pada
umumnya. Pendekatan sosiologi dalam hukum Islam mempunyai
sasaran utama perilaku masyarakat atau interaksi antar sesama manusia ,baik
antar sesama muslim maupun non muslim disekitar masalah-masalah hukum Islam.
Pendekatan sosiologi dalam hukum Islam dapat mengambil beberapa tema, yaitu:
1.
Pengaruh hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan
masyarakat.
2.
Pengaruh perubahan dan perkembangan
masyarakat terhadap pemikiran hukum Islam.
3.
Tingkat pengamalan hukum agama
masyarakat.
4.
Gerakan atau organisasi
kemasyarakatan yang mendukung atau kurang mendukung hukum islam.[5]
D.
Studi Sejarah Islam
Definisi
sejarah secara umum adalah masa lampau manusia, baik yang berhubungan dengan
peristiwa politik, sosial, ekonomi, maupun gejala alam. Definisi ini memberi
pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau
manusia dengan segala sisinya.
Umat islam
sebagai bagian dari masyarakat pada umumnya, tentu saja tidak lepas dari
peristiwa sejarah. Oleh karena itu, paparan berikut dikhususkan untuk
membicarakan sejarah umat islam :
1. Fase-Fase Sejarah Islam
Dikalangan
sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya sejarah Islam. Secara
umum, perbedaan pendapat itu dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian
sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad diangkat
menjadi Rasul. Oleh karena itu, menurut pendapat pertama ini, selama tiga belas
tahun Nabi Muhammad SAW tinggal di Mekah telah lahir masyarakat muslim meskipun
belum berdaulat. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam
dimulai sejak Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, karena masyarakat muslim
baru berdaulat ketika nabi Muhammad tinggal di Madinah. Muhammad SAW tinggal di
Madinah tidak hanya sebagai Rosul, tetapi juga sebagai pemimpin atau kepala
negara berdasarkan konstitusi yang disebut piagam madinah.
Di samping perbedaan mengenai awal sejarah
umat Islam, sejarawan juga berbeda pendapat dalam menentukan fase-fase atau
periodisasi sejarah Islam. Paling tidak, ada dua periodisasi sejarah Islam yang
dibuat oleh ulama Indonesia, yaitu A. Hasymy dan Harun Nasution.
Menurut A.
Hasymy periodisasi sejarah Islam adalah sebagai berikut :
1.
Permulaan Islam (610-661 M)
2.
Daulah Ammawiyah (661-750 M)
3.
Daulah Abbasiah I (750-847 M)
4.
Daulah Abbasiah II (847-946 M)
5.
Daulah Abbasiah III (946-1075 M)
6.
Daulah Mughal ( 1261- 1520 M)
7.
Daulah Utsmaniah (1520-1801 M)
8.
Kebangkitan (1801-sekarang)
Sedangkan
Harun Nasution dan Nourouzaman Shidiqi membagi sejarah Islam menjadi tiga
periode, yaitu sebagai berikut :
1.
Periode klasik (650-1250 M)
2.
Periode pertengahan (1250-1800 M)
3.
Periode Modernn (1800-sekarang).
2. Islam Periode Klasik
Perkembangan
Islam Klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika tinggal di Mekah, Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan Quraisy yang
tidak setuju terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena tekanan
itu, nabi Muhammad SAW terpaksa mengirim
sejumlah pengikutnya ke Abesinia yang beragama Kristen Koptis untuk mendapatkan
suaka. Itulah fase Mekah yang membuat Nabi SAW bertahan di Mekah atas dukungan
keluarga. Setelah itu, istrinya Khadijah, meninggal dunia. Tidak lama kemudian,
kepala sukunya meninggal, lalu digantikan oleh orang yang tidak simpati
kepadanya.
Pada tahun
620M, nabi Muhammad SAW membuat persetujuan dengan sejumlah penduduk Yatsriub
yang terkemuka yang membuat ia dan pengikutnya diterima di kalangan mereka.
Didahului dengan kelompok kecil yang bissa dipercaya, kemudian Nabi Muhammad
berhijrah ke Yatsrib. Setelah itu, Yatsrib disebut Madinah.
Peristiwa
hijrah ditanggapi dengan berbagai pandangan. Orang Mekah memandang hijrah
sebagai keruntuhan terakhir Nabi Muhammad SAW. sedangkan bagi kalangan
Muhajirin dan Anshar, hijrah mengandung arti kelahiran agama baru, yang tak
lama setelah itu berkembang melintasi jazirah Arab.
Setelah
kedudukan Islam di Madinah menjadi kuat, umat Islam menentukan langkah
berikutnya, yaitu menaklukan mekah setelah
sebelumnya melakukan peerundingan yang hampir tanpa kekerasan (630 M).
Kesuksesan Nabi menjadi lengkap. Tempat-tempat suci seperti kabah, sumur
zam-zam, dan makam nabi ibrahim a.s. dikuasai umat Islam. Dengan demikian, pada
zaman Nabi Muhammmas SAW terdapat dua kota sebagai pusat pengembangan Islam,
yaitu Madinah dan Mekah.
Setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, umat Islam berikhtilaf tentang penggantinya. Menurut satu
versi, nabi Muhammad telah menentukan penggantinya dengan cara wasiat, kelompok
yang beranggapan seperti ini disebut Syiah. Sedangkan versi kedua berpendapat
bahwa nabi Muhammad SAW tidak menentukan penggantinya, sehingga mereka
bermusyawarah di Tsaqifah Bani Sa’dah untuk memilih pengganti Nabi, kelompok
kedua ini dikenal dengan Sunni.
Tidak lama setelah
dipimpin khalifah, umat Islam yang pada waktu itu pada umumnya berasal dari
suku-suku Arab, mulai melakukan berbagai penaklukan. Karena penaklukan ini
Islam yang pada zaman Nabi Muhammad bersifat Arab menjadi bersifat
internasional.
Akhir
kekuasaan al-khulafa al-rasyidun ditandai dengan terpecahnya umat Islam
menjadi dua kubu besar, pendukung Ali
bin Abi Thalib dan pendukung Muawiyah bin Abi Sufyan yang ketika itu
berkedudukan sebagai Gubernur Suriah. Perang dua kubu ini diakhiri dengan
perdamaian yang dikenal dengan tahkim. Hasil tahkim mengecewakan pendukung Ali,
dan membuat sebagian menentang, kelompok ini dinamakan Khawarij.
Pada masa ini
pusat penyebaran Islam bukan hanya Mekah dan Madinah melainkan juga di Suriah
di Utara, Persia di timur, Damaskus, Bait al
Maqdis, Mesopotamia, Babilonia, Hulwan, Nihawand,
Isfahan, Persia, Iskandariah, Mesir, Tripoli dan Siprus.
Kekuasaan Bani
Umayah dimulai setelah Khalifah ke empat, ditandai dengan perluasan wilayah
yang luar biasa. Ibukota negara dipindahkan ke Damaskus, dari ibukota ini umat Islam
yang sebelumnya telah menduduki Tripoli (sekarang Libia) melanjutkan penaklukan
ke Afrika (sekarang Tunisia, Aljajair dan Maroko).
Abu Al Abbas
pendiri dinasti Bani Abbas (750-654 M), pembina sebenarnya adalah Al Manshur
(754-775 M). Sebagai usaha mempertahankan dinastinya, Al Manshur memindahkan
ibukota negara dari Damaskus ke Baghdad. Ia tidak menjadikan orang-orang Arab
menjadi pengawalnya , ia lebih memilih orang Persia. Tradisi baru yang
dilakukannya adalah mengangkat jabatan wazir yang membawahi kepala-kepala departemen.
Wazirnya yang terpilih adalah Khalid bin Barmak yang berasal dari Persia.
Sumber-sumber ekonomi berasal dari pertanian dan perdagangan.
Harun al
Rasyid (785-809 M) adalah raja
termasyur pada dinasti ini. Kekayaan negara digunakan untuk mendirikan rumah
sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi dan pemandian-pemandian umum.
Al-Makmun
(813-833 M) sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab ia menggaji para penerjemah dari golongan
kristen, Sabi dan penyembah binatang. Disamping itu ia pun mendirikan Bait al
Hikmah. Al Mu’tasim (833-842 M) adalah
raja pertama yang mengangkat pengawal dari kalangan Turki. Al- Watsiq
(842-847 M) berusaha melepaskan cengkraman tentara-tentara Turki dengan
memindahkan ibukota negara dari Baghdad ke Samara. Tetapi kekuasaan
tentara-tentara Turki tidak dapat disingkirkan. Al-Mutawakkil
(847-861 M) merupakan raja besar terakhir. Al Mutaadid (870-892 M) memindahkan kembali ibukota dari Samara ke Baghdad. Al Mu’tasim (1242-1258 M) merupakan khalifah terakhir dan pada zamannyalah Baghdad dihancurkan oleh Hulagu.
(847-861 M) merupakan raja besar terakhir. Al Mutaadid (870-892 M) memindahkan kembali ibukota dari Samara ke Baghdad. Al Mu’tasim (1242-1258 M) merupakan khalifah terakhir dan pada zamannyalah Baghdad dihancurkan oleh Hulagu.
Jasa besar
dinasti bani Abbas adalah dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada zaman ini juga
terjadi integrasi bahasa. Bahasa Arab dipakai dimana-mana menggantikan bahasa
Yunani dan Persia sebagai bahasa addministrasi dan bahasa ilmu pengetahuan.
Disintegrasi
di bidang politik pada dinasti ini ditandai dengan keinginan wilayah- wilayah
yang jauh dari ibukota negara untuk melepaskan diri. Dan mencapai klimaksnya dengan
jatuhnya dinasti ini ke tangan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan pada tahun 1258
M.
3. Islam Periode
Pertengahan
Islam pada
zaman pertengahan dibagi dua:
1)
Zaman kemunduran
Zaman kemunduran
berlangsung selama 250 tahun (1250-1500). Kemunduran islam diawali dengan
kehancuran Baghdad oleh Hulagu Khan. Dari Baghdad ia meneruskan serangan ke
Suria dan Mesir, tetapi di Mesir ia berhasil dipukul mundur oleh Baybars,
jenderal Mamluk di Ain Jalut. Baghdad selanjutnya diperintah oleh Dinasti
Ilkhan (gelar bagi Hulagu).
Di Mesir
dinasti yang berkuasa silih berganti dan saling menjatuhkan. Perpecahan juga
terjadi diantara para pengikut mazhab fikih. Pra ulama pengikut mazhab
disibukkan dengan kegiatan pembelaan dan penguatan mazhab yang dianutnya,
bahkan cenderung beranggapan bahwa mazhabnyalah yang paling benar. Hal ini
mendorong semakin turunnya semangat ijtihad dan akhirnya meninggalkan ijtihad.
Akhirnya fikih tidak berkembang yang berkembang adalah budaya ittiba dan
taqlid.
2)
Zaman tiga kerajaan besar
Zaman tiga
kerajaan besar berlangsung selama 300 tahun(1500-1800). Tiga kerajaan besar
yang dimaksud adalah kerajaan Utsmani di Turki (1290-1924), kerajaan Mughal di
India (1526-1858).
Dalam bidang
agama, Akbar (1556-1606 M)
salah satu raja Mughal India, mempunyai pendapat yang liberal, ia ingin
menyatukan semua agama barun yang bernamakan Din Illahiy. Di Turki, bahasa
Turki meningkat menjadi bahasa ilmu sedangkan sebelumnya ulama Turki menulis
dalam bahasa Persia. Di India muncul Ulama besar, seperti Syah Waliyullah
al-Dahlawi (1703-1762) yang mengarang kitab Hujjat Allah al-Baligah. Akan
tetapi, kemajuan tiga kerajaan besar ini tidak bertahan lama karena adanya
kerusakan internal dan eksternal.
4. Islam Periode
Modern
Periode modern disebut pula oleh Harun Nasution (I, 1985: 88) sebagai
zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon yang berakhir tahun 1801 membuka
mata umat Islam, terutama Turki dan Mesir, akan kemunduran dan kelemahan umat Islam
disamping kekuatan dan kemajuan Barat.
Ekspedi Napoleon di Mesir memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan membawa
167 ahli dalam berbagai cabang ilmu. Dia pun membawa dua set alat percetakan
huruf Latin, Arab, dan Yunani. Ekspedisi itu datang bukan hanya untuk
kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Untuk kepentingan
ilmiah Napoleon beserta rekan-rekannya mempunyai empat bidang kajian yaitu :
ilmu pasti, ilmu alam, ilmu ekonomi, dan politik, serta ilmu sastra dan seni.
Ide-ide baru yang diperkenalkan Napoleon di Mesir adalah (a) sistem
Negara republik yang kepala negaranya dipilih unutuk jangka tertentu, (b)
persamaan (egalite), dan (c) kebangsaan (nation).
Raja dan para pemuka Islam mulai berpikir mencari jalan keluar untuk
mengembalikan balance of power yang telah membahayakan umat Islam. Maka
timbullah gerakan pembaruan yang dilakukan diberbagai Negara, terutama Turki Ustmani
dan Mesir. Para pembaru di Turki melahirkan berbagai aliran pembaruan :
a) Ustmani Muda yang dipelopori oleh Ziya Pasya (1825-1880) dan Namik Kemal
(1849-1931),
b) Turki Muda yang dimotori oleh Ahmed Reza (1859-1931), Mehemed Murad
(1853-1912), dan Sabahuddin (1877-1948).
Di samping itu, ada juga aliran pembaru lain, yaitu :
a) aliran barat yang dimotori oleh Tewfik Fikret (1867-1951) dan Abdullah
Jewdat (1869-1932),
b) aliran Islam yang dimotori oleh Mehmed Akif (1870-1936),
c) aliran-aliran nasionalis yang dimotori oleh Zia Gokalp (1875-1924).
Sedangkan di Mesir pembaruan digagas dan dilakukan oleh para pembaru,
diantaranya Rifa’ah Al-Thahthawi (1801-1873), yang menjadi redaktur surat kabar
al-Waqa’I al-Mshriyyah, Jamaluddin al-Afgani( 1839-1935), Muhammad Abduh
(1849-1905), dan Rasyid Ridla (1865-1935). Gagasan mereka juga dipelajari oleh
ulama’ Indonesia yang sempat menuntut ilmu di Mesir.
Demikian sejarah Islam singkat yang pada kontak islam dan Barat pertama
menampilkan keunggulan peradaban Islam atas Barat. Sedangkan dalam kontak
berikutnya, menampilkan keunggulan peradaban Barat atas Islam, dan peradaban
kita sekarang masih ketinggalan sangat jauh dari bangsa Barat.
IV.
KESIMPULAN
Al-Qur’an
merupakan suatu pedoman umat agama Islam dan termasuk kitab terakhir yang
diturunkan Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an mempunyai fungsi
yakni sebagai sumber yang mulia, petunjuk aqidah dan kepercayaan, petunjuk syariat dan hukum, dan juga
sebagai pembuktian yang nyata. Hadis atau Sunnah adalah informasi yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang berupa perbuatan, ucapan, dan
persetujuan. Fungsinya menguatkan hukum, memberikan rincian yang jelas, mengikat
dan membatasi.
Dalam Hukum Islam umumnya dapat
dipandang sebagai gejala budaya dan sebagai gejala sosial, filsafat dan aturan
hukum Islam adalah gejala budaya. Hukum Islam juga berfungsi sebagai doktrin
azaz, sebagai hukum normatif, dan sebagai gejala sosial. Sedangkan Sejarah
Islam memiliki peranan sebagai sejarah zaman pra klasik, zaman klasik, zaman
pertengahan, dan sejarah zaman modern.
V.
PENUTUP
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya sehingga kami semua dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tidak ada satu halangan apapun. Seperti kata pepatah tiada gading
yang tak retak, kami sebagai pemakalah mengakui masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Saran dan kritik pembaca sangat kami harapkan. Dan
akhirnya mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Atang Abd.
Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam : Edisi Revisi,Bandung :
Remaja Rosdakarya, cet XI, 2009.
Asmawi, Studi Hukum Islam dari
Tekstualis Rasionalis
sampai Rekonsiliatif, Yogyakarta :
Teras, 2012.
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama
Islam, Bandung : Pusaka Setia, 2003.
John M. Hols dan Hassan Sandily, Kamus
Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia 1980.
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : ACAdeMIATAZZAVA,
2009.
Muhaimin dkk, Studi Islam Dalam
Ragam Dimensi Dan Pendekatan, Jakarta : Putra Grafika,
2012.
[1] John M. Hols dan Hassan Sandily, Kamus Inggris Indonesia,
Jakarta:Gramedia 1980, hlm. 107
[2] Muhaimin dkk, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan, (Jakarta:Putra Grafika, 2012), hlm. 85-86
[4] Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam,(Bandung:Pusaka Setia,
2003), hlm. 84-96
[5] Asmawi, Studi Hukum Islam dari TekstualisRasionalis sampai
Rekonsiliatif, (Yogyakarta:Teras, 2012), hlm. 198-202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar