Senin, 13 Mei 2013

Makalah Ulumul Hadits Tentang Hadis Maudhu'

Hadis Maudhu’

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Ulumul Hadits
Dosen pengampu : H. Fakhrudin Aziz, Lc., MSI




DISUSUN OLEH :

Nanda Octavia Putri                       ( 123911009 )


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
       I.            PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad diyakini oleh umat Islam sebagai sumber pokok ajaran Islam. Kedua sumber itu tidak hanya dipelajari di lembaga-lembaga pendidikan saja, khususnya lembaga pendidikan Islam, tetapi juga disebarluaskan keberbagai lapisan masyarakat.
Hadis mempunyai fungsi dan kedudukan yang begitu besar, namun hadis tidak seperti Al-Qur’an yang secara resmi telah ditulis pada zaman nabi dan dibukukan pada masa khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq.
Seluruh ayat yang terhimpun dalam mushaf Al-qur’an tidak dimasalahkan oleh umat Islam tentang periwayatannya. Seluruh lafal yang tersusun dalam setiap ayat tidak pernah mengalami perubahan, baik pada zaman Nabi Muhammad maupun zaman sesudah-Nya. Jadi kajian yang banyak dilakukan oleh umat Islam terhadap Al-qur’an adalah kandungan dan aplikasinya, serta yang sehubungan dengannya.
Kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah SAW, dengan waktu pembukuan hadis ( hampir 1 abad ) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepada
Rasulullah SAW, dengan alasan dibuat-buat. Penisbatan seperti inilah yang selanjutnya dikenal dengan hadis palsu atau Hadis Maudhu’.

   II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah pengertian Hadis Maudhu’?
B.     Apakah penyebab lahirnya Hadis Maudhu’?
C.     Bagaimana usaha pemberantasan Hadis Maudhu’?
D.    Bagaimana tanda-tanda Hadis Maudhu’ beserta kitab-kitabnya?

III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hadis Maudhu’
            الحديث secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan  dari seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan موضع merupakan isim maf’ul dari kata  وضع – يضع – وضعا yang secara bahasa berarti
menyimpan, mengada-ngada,  membuat-buat, atau meletakkan.  
            Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah :
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
وقا ل بعضهم هو المختلق المصنوع .
Hadis yang disandarkan kepada rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, pdahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkan “

Hadis Maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat atau diciptakan atau didustakan atas nama Nabi.[1] Adapun menurut pendapat Ahmad Amin hadis maudhu’ sudah ada sejak masa Rasulullah. Dasarnya adalah munculnya hadis :
من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ متعده من النا ر . رواه البخا رى
“ Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah tempatnya di neraka “
Para Ulama’ juga sepakat bahwa tidak halal meriwayatkan hadis maudhu’ bagi seseorang yang mengetahui keadaannya, apapun misi yang diembannya kecuali disertai penjelasan tentang ke-maudhu’-annya dan disertai peringatan untuk tidak menggunakannya. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang sangat mansyhur :
من حدّ ث عنّى بحديث يرى انّه كذب فهو احد الكا ذ بين
“ Barang siapa meriwayatkan suatu hadis dariku yang ia ketahui bahwa hadis itu dusta, maka ia adalah salah seorang pendusta.[2]


B.     Sebab-sebab Lahirnya Hadis Maudhu’
Para Ulama’ telah meneliti sebab-sebab pemalsuan hadis dan mengklasifikasi para pemalsunya berdasarkan motif-motif mereka dalam memalsukan hadis. Hal ini berfungsi sebagai penerangan untuk mengungkap hakikat hadis-hadis maudhu’. Berdasarkan sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non-Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadis palsu, antara lain :
1.      Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat ke dalam bebrapa golongan dan kemunculan hadis-hadis palsu. Konflik-konflik politik ini telah menyeret permasalahan keagamaan masuk kedalam arena perpolitikkan dan membawa pengaruh juga pada mazhab-mazhab keagamaan.
Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari dahlilnya di Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompoknya atau mazhabnya masing-masing. Ketika tidak ditemui apa yang dicari, maka mereka membuat pertanyaan-pertanyaan yang disandarkan pada Nabi SAW. Dari sinilah hadis palsu mulai berkembang. Materi hadis palsu yang pertama mengangkat tentang seseorang dan kelompoknya.[3]
Menurut Ibnu Abi Al-Haddad, bahwa pihak yang pertama-tama membuat hadis palsu adalah dari golongan Syi’ah, dan kelompok Ahlu Al-Sunnah menandinginya dengan hadis-hadis lain yang juga maudhu’.[4]
Ibnu Al-Mubarak mengatakan :
الد ين لأ هل الحد يث والكلا م والخيل لأ هل الرّ أ ي والكذ ب للرّا فضة
“ Agama itu untuk ahli Hadis, percakapan dan menghanyal untuk ahli ra’yi, dan kebohongan itu untuk golongan Rafidah “

2.      Usaha Kaum Zindik
Kaum Zindik termasuk kaum golongan yang membenci Islam, maka cara yang paling memungkinkan adalah melalui pemalsuan hadis, dengan tujuan menghancurkan agama dari dalam. ‘Abd Al-Karim ibn ‘Auja’ yang dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin ‘Ali, Wali wilayah Basrah. Ketika hukuman akan dilakukan ia mengatakan “ Demi Allah saya telah membuat hadis palsu sebanyak 4.000 hadis. Seorang Zindik telah mengaku dihadapan khalifah Al-Mahdi bahwa dirinya telah membuat ratusan hadis palsu. Hadis palsu ini telah tersebar dikalangan masyarakat.[5] Hammad bin Zaid mengatakan “hadis yang dibuat kaum Zindik ini berjumlah 12.000 hadis.[6] Contoh hadis yang dibuat oleh golongan Zindik ini antara lain :
النظر إلى الو جه الجميل صد قة[7]
“Melihat wajah cantik termasuk ibadah “
3.      Fanatik Terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan
Mereka membuat hadis palsu karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain. Golongan Al-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi  mengatakan :
إ نّ الله إذا غضب أنزل الو حي بالعر بية وإذا رضي أنزل الو حي بالفا رسيّة
“Apabila Allah murka, maka Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila senang maka akan menurunkannya dengan bahasa Persi“
Golongan yang fanatik kepada mazhab Abu Hanifah pernah membuat hadis palsu “Di kemudian hari aka nada seorang umat-Ku yang bernama Abu Hanifah bin Nu’man. Ia ibarat obor bagi umat-Ku”.
Demikian pula golongan yang fanatik menentang Imam Syafi’i membuat hadis palsu, seperti “Di kemudian hari aka nada seorang umat-Ku yang bernama Muhammad Idris. Ia akan lebih menimbulkan madharat kepada umat-Ku daripada Iblis.
4.    Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Mereka melakukan pemalsuan hadis ini guna memperoleh simpatik dari pendengarnya dan agar mereka kagum melihat kemampuannya. Hadis yang mereka katakana terlalu berlebih-lebihan dan tidak masuk akal. Sebagai contoh dapat dilihat pada hadis berikut :
من قال لااله إلا الله خلق الله من كلّ كلمة طا ئرا منقاره من ذهب وور يشه من مر جا ن
“ Barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat) yang paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan “.
Iman Suyuthi mengatakan : “salah seorang pawang yang berkediaman diBaghdad menafsirkan firman Allah SWT :
عسى أن يبعثك زبّك مقا ما محمو دا ( الإسراء :79 )
dengan arti bahwa “ Nabi duduk bersanding dengan Allah diatas ‘Arasy-Nya. Riwayat ini sampai kepada Muhammad bin Jarir Al-Thabary dan beliau menjadi marah karenanya. Untuk menunjukkan kemarahannya itu, beliaun menulis pada pintu rumahnya “ Maha suci Allah yang tidak memerlukan teman yang baik dan tidak pula seorangpun yang duduk menemani-Nya di ‘Arsy-Nya.[8]
5.      Perselisihan Mazhab dan Ilmu Kalam                                                                        
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut Mazhab. Mereka berani memalsukan hadis karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan mazhabnya masing-masing.[9]
Diantara hadis-hadis palsu tentang masalah ini adalah :
a.       Siapa yang mengangkat kedua tangan dalam salat, maka salatnya tidak sah.
b.      Jibril menjadi Imamku dalam salat di Kha’bah, ia (Jibril) membaca basmalah dengan nyaring.
c.       Yang junub wajib berkumur dan menghisap air tiga kali.
d.      Semua yang ada di bumi dan langit serta diantara keduanya adalah makhluk, kecuali Allah dan Al-Qur’an. Dan kelak aka nada diantara umatku yang mengatakan “al-Qur’an itu makhluk”. Barang siapa yang mengatakan demikian, niscaya ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung dan saat itu pula jatuhlah talak kepada istrinya.
6.  Membangkitkan Gairah Beribadat, Tanpa Mengerti Apa Yang Dilakukan
Banyak diantara para ‘Ulama yang membuat hadis palsu dengan dan bahkan mengira usahanya itu benar dan merupakan upaya pendekatan diri kepada Allah, serta menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan “kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya”. Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadis berkenaan dengan fadilah membaca surat-surat tertentu dalam al-Qur’an. Ghulam Al-Khail (dikenal ahli zuhud) membuat hadis tentang keutamaa wirid dengan maksud memperhalus kalbu manusia.
Dalam kitab Tafsir Al-Tsa’laby, Zamakhsyari dan Baidhawy terdapat banyak hadis palsu.[10] Begitun juga dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Al-Din.[11]
7.      Menjilat Penguasa
Ghiyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadis sebagai pemalsu hadis tentang “perlombaan”. Matan asli sabda Raulullah berbunyi :
لا سبق الاّ فى فصل او خف
Kemudian Ghiyats menambah kata او جناح dalam akhir hadis tersebut, dengan maksud agar diberi hadiah atau simpatik dari dirham, namun ketika Ghiyas membalik hendak pergi, Al-Mahdy menegurny, seraya berkata “aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah”. Menyadari akan hal itu, saat itu juga Khalifah memerintahkan untuk menyembelih burung merpati.
Dari bebarapa motif membuat hadis palsu di atas, kiranya dapat dikelompokkan menjadi :
Pertama, ada yang karena disengaja; kedua ada yang tidak sengaja merusak agama; ketiga ada yang karena keyakinannya bahwa membuat hadis palsu diperbolehkan; dan  keempat ada yang karena tidak tahu bahea dirinya membuat hadis palsu.[12]
Dapat juga dikatakan bahwa tujuan mereka membuat hadis palsu ada yang negatif dan ada yang menganggap mempunyai nilai positif. Sekalipun demikian, tetap harus dikatakan apa pun alasan yang mereka kemukakan, bahwa membuat hadis dan meriwayatkan hadis palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan, karena hal ini sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW, seperti yang telah disebutkan terdahulu.

C.     Usaha Pemberantasan Hadis Maudhu’
Para ulama’ mengambil langkah untuk memerangi pemalsu hadis dan menghindarkan bahya para pemalsu. Untuk itu, mereka menggunakan berbagai metodologi yang cukup unik yaitu sebagai berikut :
1)      Meneliti karakteristik para rawi dengan mengamati tingkah laku dan riwayat mereka, sehingga mereka rela meninggalkan keluarga dan tanah airnya.
Mereka rela dengan sedikit bakal dan pakaian using dalam mencari Sunnah dan mengenal rawinya, sehingga mereka dapat membedakan antara rawi yang tsiqat dan rawi yang jujur. Tetapi mengalami kekacauan hafalannya, serta rawi yang pendusta dan fasik. Hal itu dapat mereka ketahui melalui penerapan talak ukur yag dapat menentukan keadilan dan ke-dhabith-an rawi, seperti yang telah dijelaskan dimuka.
2)      Memberi peringatan keras kepada para pendusta dan mengungkap-ungkap kejelekan mereka, mengumumkan kedustaan mereka kepada para pemuka masyarakat.
Yahya bin Said berkata, “Aku bertanya kepada Syu’bah, Syufyan al-Tsauri, Malik bin Anas, dan Syufyan bin ‘Uyainah tentang seseorang yang dicurigai dalam meriwayatkan hadis atau tidak hafal dengan baik.” Mereka menjawab, “Jelaskan keadaannya itu kepada manusia.”[13]
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Kami menghindari hadis Dawud bin al-Husain.” Ia berkata pula, “jangan kau dengar dari Baqiyah sesuatu yang termasuk Sunah, tetapi dengarlah darinya sesuatu yang berkaitan dengan pahala dan lainnya,[14] ia adalah seorang mudallis.”
Hammad bin Zaid berkata, “Syu’bah bin Al-Hajjaj berkata kepada kami yakni say, ‘Ubbad bin Ubbad, dan Jarir bin Hazim tentang seseorang. Kami berkata, ”Sebaiknya engakau tidak menyebut-nyebutnya.” Maka seakan-akan ia akan bersikap lunak kepada kami dan memenuhi usul kami. Kemudian, setelah beberapa hari berlalu aku mau salat jum’at, maka tiba-tiba Syu’bah memanggilku dari belakang dan berkata, “Orang-orang yang aku sebutkan namanya kepadamu itu aku anggap tidak memenuhi kriteriaku.”[15]
Masyarakat Muslim menyambut pernyataan para ulama dan menerima sepenuhnya serta mengamalkannya. Demikianlah, para imam hadis itu memiliki pengaruh yang amat tinggi ditengah masyarakat, dan kata-kata mereka sangat dipatuhi.
3)      Pencarian sanad hadis, sehingga mereka tidak menerima hadis yang tidak bersanad, bahkan hadis yang demikian mereka anggap sebagai hadis yang batil. Sementara itu hadis-hadis yang bersanad masih diteliti sanad dan matannya berdasarkan kriteria penerimaan hadis dan kaidah-kaidah yang berlaku baginya.
4)      Menguji kebenaran hadis dengan membandingkannya dengan riwyat yang melalui jalur lain dan hadis-hadis yang telah diakui keberadaannya. Dengan langkah ini dapat diketahui hal-hal yang mencurigakan dalam hadis yang bersangkutan atau cacat yang timbul dari rawi yang jujur.
5)      Menetapkan pedoman-pedoman untuk mengungkap hadis maudhu’.
6)      Menyusun kitab himpunan hadis-hadis maudhu’ untuk _ember penerangan dan peringatan kepada masyarakat tentang keberadaan hadis-hadis tersebut.

D.    Tanda-tanda Hadis Maudhu’ beserta Kitab-kitabnya
Tanda-tanda kemaudhu’an hadis terbagi menjadi dua bagian :
1.                  Tanda-tanda pada sanad
Banyak tanda-tanda kemaudhu’an hadis pada sanad, dibawah ini akan dipaparkan sebagai berikut :
1)      Perawi itu terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tiada diriwayatkan hadis yang ia riwayatkan itu, oleh selain yang dipercaya.
Para ulama telah membahas dengan sedalam-dalamnya orang-orang yang dusta itu dalam kitab-kitab jarh dan ta’dil.
2)      Pengakuan perawi sendiri.
Abu ‘Ishmah Nuh ibn Abi Maryam mengaku sendiri bahwa ia telah memaudhu’kan hadis mengenai keutamaan surat-surat al-Qur’an. Dan sebagai pengakuan ‘Abdul Karim ibn Abil ‘Auja yang mengaku telah membuat 4000 hadis, yang mengenai hukum halal atau haram.
3)      Kenyataan sejarah mereka tak mungkin bertemu.
 Perawi yang meriwayatkan suatu hadis dari seorang syaikh yang nyata bahwa ia tidak pernah berjumpa dengan syaikh itu, atau ia dilahirkan sesudah syaikh tersebut meninggal, dan ia tak pernah ia datang ke tempat syaikh itu, yang dia bilang disnalah ia dengar hadis.
Ma’mun ibn Ahmad Al Sarawy menda’wa, bahwa ia mendengar hadis dari Hisyam ibn ‘Ammer kepada Ibnu Hibban. Maka Obnu Hibban bertanya : bila engkau ke kota Syam?
Ma’mun menjawab : Pada tahun 250 H mendengar itu Ibnu Hibban berkata ; Hisyam meninggal dunia tahun 245 H.
Ketika Abdullah ibn Ishaq Al-Kirmany, menerangkan bahwa ia mendengar hadis dari Muhammad ibn Ya’qub, ditolak dakwa’aannya dengan alasan bahwa Muhammad ibn Ya’qub itu meninggal dunia 9 tahun sebelum Abdullah ibn Ishaq lahir.
4)      Keadaan perawi-perawi sendiri serta pendorong-pendorong yang mendorongnya untuk membuat hadis.
Dapat diketahui, bahwa hadis itu maudhu’ dengan memperhatikan keadaan-keadaan yang mengelilingi perawi kala ia meriwayatkan hadis tersebut.
Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam kitabnya dari Saif ibn ‘Amer Ath Thaiyiby, ujarnya : “ Kami pada suatu hari berada ditempat Sa’ad ibn Tharif. Maka datanglah anaknya terengah-engah sambil menangis. Sa’ad bertanya : “Mengapa engkau ?”. Anaknya menjawab : “Saya dipukul oleh guru“. Dikala itu Sa’ad terus mengeluarkan sebuah hadis, seraya berkata : “Saya akan menjelekkan budi pekertimu”. Diriwayatkan kepadaku oleh ‘Ikrimah dari Abbas dan Nabi :
معلمو صبيا نكم شراراكم ،افلهم رحمة لليتيم واغلظهم على المسكين .
“Guru anak-anak itu adalah oaring-orang yang paling buruk budi pekertinya dari kamu. Mereka paling kurang merahmati anak-anak yatim dan paling kesat hatinya terhadap orang-orang miskin”.
Dan seumpama hadis :
الهر ييسة تشدَ الطهر .
“ Harisah itu menguatkan belakang (punggung) “.
Hadis ini dibuat oleh Muhammad ibn Al Hajjaj An Nakha’y, seorang penjual Harisah (semacam makanan yang dibuat dari gandum yang ditumbuk dan dicampur daging, serupa bubur kental).

2.      Tanda-tanda pada Matan
Tanda-tanda pada matan ada banyak yaitu :
1)      Keburukan susunannya dan keburukan lafadhnya.
 Hal ini diketahui sesudah kita mendalamkan ilmu Bayan. Memang apabila telah rapat pergaulan kita dengan hadits, terasalah oleh kita kelazatan susunan hadits dan terasa pula susunan yang tidak mungkin keluarnya dari lidah Nabi SAW.

2)      Kerusakan maknanya.
a)      Karena berlawanan makna hadis dengan soal-soal yang mudah didapati akal dan tak dapat pula kita ta’wilkan, seperti hadis dibawah ini :
انّ سفينة نوح طا فت بالبيت سبعا وصلت بالمقام ركعتين .
“ Bahwasanya bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembanyang dimakam Ibrahim dua raka’at “
b)      Karena berlawanan dengan undang-undang umum bagi akhlaq, atau menyalahi kenyataan, seperti hadis :
لا يو لد بعد الما ئة مو لو د لله فيه حا جة .
“ Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus yang ada padanya keperluan bagi Allah “
c)      Karena berlawanan dengan ilmu-ilmu kedokteran, seperti hadis :
البا ذنجا ن شفاء من كلّ شيء .
“ Buah terong itu penawar bagi segala penyakit “
d)     Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal terhadap ketentuan  Allah, bahwa Allah suci tidak serupa dengan makhluknya. Lantaran ini, hukumnya hadis palsu :
انّ الله خلق الفرس فاجرا ها فعر قت فحلق نفسها منها .
“ Bahwasanya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya. Maka berperulah kuda itu, lalu Tuhan menjadikan dirinya dari sebagian kuda itu “
e)      Karena menyalahi undang-undang Allah dalam menjadikan alam, seperti hadis yang menerangkan bahwa ‘Auj ibn ‘Unuq mempunyai panjang tiga ratus hasta.
Dikala Nabi Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata : “Bawalah aku kedalam piring mangkukmu ini”. Dikala itu terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalau dia  mau makan harus memasukan tangannya kedalam laut, lalu membakar ikan yang diambil dengan panas matahari yang tidak jauh dari ujung tangannya.
f)       Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak dibenarkan oleh akal, seperti hadis :
الدّ يك الابيض حبيب حبيبي
“Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku Jibril “
3.      Menyalahi keterangan al-Qur’an yang tegas, keterangan Sunnah Mutawatir dan kaidah-kaidah kulliyah.
a)      Apabila sesuatu hadis menyalahi sharih al-Qur’an dan tidak dapat dita’wilkan, hukumnya maudhu’. Seperti hadis :
ولد الزّ نا لا يد خل الجنّة الى سبعة أبنا ء
“ Anak zina tidak masuk surge hingga tujuh turunan “
Hadis ini menyalahi firman :
ولا تزروا زرة وزر اخرى .
“Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain” (QS. Al-An’am :164)
Sebenarnya hukum yang dikehendaki hadis itu diambil dari At-Taurat.
b)      Dan dihukum demikian juga, apabila menyalahi Sunnah yang mutawatir. Seperti hadis :
اذا حدّ ثتم عنّي بحديث يوا فق الحقّ فخذوا به ، حدّثت به ام لم احدّث .
“ Apabila diriwayatkan kepadamu sesuatu hadis yang sesuai dengan kebenaran, ambilah akan dia; ada aku yang  menerangkannya ataupun tidak “
Hadis diatas berlawanan dengan hadis dibawah ini :
من كذ ب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النّا ر .
“ Barang siapa yang berdusta terhadapku dalam keadaan sengaja, hendaklah ia membuat tempat duduknya dalam neraka “
Dan juga bila menyalahi kaidah umum yang dinisbatkan al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti hadis :
من ولد له ولد فسمّا ه محمّدا كان هوومو لوده فى الجنّة .
“Barang siapa memeperoleh anak lalu dinamai Muhammad, adalah dia dan anaknya itu didalam surga “
Ini berlawanan dengan kaidah umum, yaitu masuk surga harus dengan amalan-amalan yang shalih, bukan dengan nama ataupun gelar.
4.      Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi SAW. Seperti di bawah ini :
Hadis yang menerangkan bahwa Nabi memberatkan jizyah atas penduduk-penduduk Khaibar dengan disaksikan oleh Sa’ad dan dituliskan oleh Mu’awiyah ibn Abi Syufyan. Padahal menurut riwayat yang benar, jizyah belum lagi diketahui adanya (diundangkannya) pada kala itu. Soal jizyah baru diundangkan, sesudah peperangan Tabuk. Sa’ad meninggal sebelum itu pada tahun peperangan Khandaq. Mu’awiyah Islam sesudah Nabi mengalahkan Mekkah.
          Dan seperti hadis yang dikatakan dari Anas, bahwa Nabi berkata : “Hanya saja saya haramkan masuk kedalam tempat mandi umum, dengan tidak memakai kain “. Padahal menurut sejarah, Nabi tak pernah sekalipun masuk ke tempat mandi umum, karena tempat-tempat mandi umum belum terkenal dimasa itu.
5.      Sesuai hadis dengan madzhab yang dianut oleh rawi, sedang rawi itu pula orang yang sangat fanatic kepada madzhabnya.
Umpamanya, hadis yang diriwayatkan oleh Habbah ibn Juweim, ujarnya : Saya dengan ‘Ali berkata :
كنت اعبدالله مع رسوله قبل ان يعبده احد من هذه الامّة بخمس سنين أوسبع سنين .
“ Saya menyembah Allah beserta Rasul-Nya sebelum disembah oleh seseorang dari umat ini, lima tahun atau tujuh tahun “
           Kata Ibnu Hubban : Habbah seorang yang terlalu fanatic kepada madzhab Syi’ahnya.
6.      Mengandung (menerangkan) urusan yang menurut seharusnya, kalau ada yang dinukilkan oleh orang ramai.
Sesuatu hadis yang dikatakan didengar oleh orang ramai, padahal hadis itu tidak diketahui orang lain, hanya diriwayatkan oleh orang atau seorang, nyatalah bahwa dia itu maudhu’.
Inilah sebabnya Ahlu Sunnah menetapkan hadis Ghudair, maudhu’. Kata ulama : Diantara tanda kemaudhu’an hadis tersebut ialah Ghudair menda’wakan, bahwa yang demikian Nabi diucapkan dihadapan orang ramai, padahal seorang sahabat pun tak ada yang meriwayatkannya ketika Abu Bakar  diangkat menjadi khalifah.
Kata Ibnu Taimiyah : Diantara hadis maudhu’, ialah hadis yang menegaskan kekhalifahan Ali.[16]
Sedangkan kata Ibnu Hazam : yang meriwayatkan hadis tersebut hanya seorang yang dinamai Abal Harma, yang kami tidak mengenalnya.
7.      Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar, terhadap suatu perbuatan yang kecil.
Para qushshash telah babnyak sekali membvuat riwayat-riwayatyang macam ini, diantaranya :
من صلّى الضّحى كذا ركعة اعطي ثواب سبعين نبيّا
“ Barang siapa bersembahyang dhuha begini raka’atnya, diberilah pahala tujuh puluh Nabi “.
من قال لااله الاّ الله ، خلق الله طا ئرا لهسبعون الف لسان . لكلّ لسان سبعون الف لغة يسنغفرون له .
“ Barang siapa yang membaca la ilaha illallah, niscaya dijadikan Allah untuknya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada tiap-tiap lidah, tujuh puluh ribu bahasa yang memohonkan ampun kepada Allah untuk orang itu “.
          Inilah sepenting-pentingnya kaidah yang telah ditetapkan ulam-ulama hadis untuk dasar memeriksa benar tidaknya sesuatu hadis dan untuk mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’.
          Dengan memperhatikan apa yang telah disampaikan nyatalah bahwa para ulama hadis tidak mencukupi dengan memperhatikan sanad dan hadisnya saja. Akan tetapi mereka juga memperhatikan matannya.
          Adapun kitab-kitab hadis maudhu’ diantaranya sebagai berikut :
a.       Al-Maudhu’ karya al-Imam al-Hafizah Abul Faraj Abdurrahman bin al-Jauzi ( wafat 597 H ).
b.      Al-La’ali’ al-Mashnu’ah fi al-Ahadits al-Maudhu’ah karya al-Hafizh Jalaludin al-Suyuthi ( wafat 911 H ).
c.       Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syani’ah al-Maudhu’ah karya al-Hafizh Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Iraq al-Kannani.
d.      Al-Manar al-Munif fi al-Shahih wa al-Dha’if karya al-hafizh ibnu Qayyim al-Jauziyah ( wafat 751 H ).
e.       Al-Mashnufi al-Hadits al-Maudhu’ karya Ali Al-Qari (wafat 1014 H).

IV.            KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hadis maudhu’ adalah hadis yang dibuat-buat atau dipalsukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan menyebabkan banyaknya kesalah pahaman di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain hadis tersebut tidak bersumber dari hadis rasul, melainkan orang yang tidak dikenal.
Faktor munculnya  hadis maudhu’ disebabkan oleh berbagai macam hal diantaranya faktor pertentangan politik, usaha kaum zindiq, perselisihan dalam ilmu kalam, sikap fanatik, menarik simpati kaum awam, dan menjilat penguasa.Adapun usaha menyelamatan hadis maudhu’ diantaranya menyusun kaidah penelitian hadis, menyusun kitab-kitab yang memuat tentang hadis maudhu’. Tanda-tanda hadis maudhu’ juga dapat diketahui melalui sanad dan matan yang sudah dijelaskan para ulama’.

   V.            PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993.
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta : Bulan Bintang,
1995.
Ismail, M. Syuhudi, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya, Jakarta
: Gema Insani Press, 1995.
Nuruddin, ‘Ulumul Hadis, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.
Rofi’ah, Khusniati, Studi Ilmu Hadith, Yogyakarta : Nadi Offset, 2010.
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.




[1] Mahmud Abu Rayah, Adlwa’ Ala Sunnah al-Muhammdiyah, 119
[2] Takhrij hadis ini telah dikemukakan dimuka. Lihat al-Tadrib, hlm 178.
[3] Musthafa Al-Siba’I, op. cit., hlm. 79
[4] Ibid.bandingkan dengan ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, op.cit., hlm. 420-421
[5] Ibid, hlm. 207-208
[6] Mahmud Al-Thahhan, op. cit., hlm. 70
[7] Musthafa Al-Siba’I, op. cit., hlm. 86-87
[8] Ibid, hlm. 89.
[9] ‘Ajjaj Al-Khatib, op.cit., hlm. 141
[10] Ahmad Mahmud Syakir, op. cit., hlm. 72.
[11] Mahmud Abu Rayyah, op, cit., hlm.123.
[12] Jalal Al-Din ‘Abd Al-Rahman bin Abi Bakar Al-Suyuthi, Al-Laily al-Mausu’ah Fi Hadits Al-Maudhu’ah, (Mesir: Al-Maktabah Al-Islamiyah), Juz II, hlm. 276-277.
[13]Al-Khifayah, hlm.43
[14] Muqadimmah al-Jarhwa al-Ta’dil, hlm. 40-41.
[15] Al-Kifayah, hlm. 44.
[16] Minhajus Sunnah, hlm.118.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar