THAHARAH
Makalah
Disusun guna
memenuhi tugas
Mata Kuliah Fiqh
Ibadah
Dosen pengampu
: Lutfiyah, M.SI
Disusun oleh :
Muhamad Irfan ( 123911005 )
Nanda Octavia
Putri ( 123911009 )
Desi Kartika ( 123911011 )
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Dalam
pembahasan fiqh, secara umum selalu diawali dengan uraian tentang thaharah.
Secara khusus, dalam semua kitab atau buku fiqh ibadah selalu diawali dengan
thaharah. Hal ini tidak lain karena thaharah ( bersuci ) mempunyai
hubungan yang sangat erat dan
tidak dapat dipisahkan dengan ibadah. Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat
dengan thaharah. Artinya, dalam melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang
harus terlebih dahulu berada dalam keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas
besar maupun hadas kecil, termasuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam
beribadah, mulai dari pakaian, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dengan kata
lain, thaharah dengan ibadah ibarat dua sisi mata uang, dimana dimana antara
satu sisi dengan sisi lainnya tidak dapat dipisahkan.
II. RUMUSAN MASALAH
A.
Apa pengertian serta
macam-macam thaharah?
B.
Apa saja alat-alat
untuk bersuci?
C. Apa macam-macam hadas ?
D. Apa macam-macam najis dan cara menghilangkannya?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian serta Macam-macam Thaharah
1. Pengertian Thaharah
Pengertian thaharah
secara bahasa adalah ”bersuci dan bebersih dari kotoran material dan
immaterial”. Sedangkan maknanya secara syariat adalah “mengangkat hadats dan
menghilangkan najis”.
Mengangkat hadats itu
terjadi dengan menggunakan air bersama niat. Yaitu di seluruh tubuh juka ia
adalah hadats besar atau si anggota tubuh yang empat jika ia adalah hadats
kecil. Bersuci bisa menggunakan apa yang menggantikan air ketika tidak ada air
atau tidak mampu menggunakannya, yaitu dengan cara tayamum.[1]
Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya
sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf, dan sebagainya. Bahkan manusia sejak
lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari masalah kesucian. Oleh karena
itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah kewajiban.
Sehingga Allah sangat
menyukai orang yang mensucikan diri sebagaimana firman berikut ini:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang bersuci
“ (QS.
al-Baqarah/2:
222)
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
الطُّهُوْرُ
شَطْرُ اْلإِيمْاَنِ
Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua,
yakni membersihkan
najis (
istinja’ ) dan
membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci lagi. Dalam
istinja’ akan dibahas mengenai benda najis, bahan untuk membersihkan
najis, dan cara membersihkan najis.[3]
2. Macam-macam
Thaharah
a. Wudlu
Dalam perkembangannya,
wudlu sebagai wahana mensuciakan diri dari hadas kecil, dapat digantikan dengan
praktek penyucian lainnya yaitu ketika tidak didapatkan air. [4]
Adapun rukun wudlu adalah sebagai berikut :
a) Niat. hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil,
dan cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian
niat itu sendiri : “Qhasdus Syai’in,
muqtarinan bi fi’lihi”. Yang artinya : meniatkan sesuatu secara
beriringan dengan perbuatan.
b) Membasuh
seluruh muka ( mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari
telinga kanan hingga telinga kiri )
c)
Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
d)
Mengusap sebagian rambut kepala
e)
Membasuh kedua belah kaki sampai mata
kaki
f)
Tertib ( berturut-turut ).[5]
b. Tayamum
Menurut pengertian
bahasa, tayammum berarti maksud atau tujuan. Sedang menurut pengertian syariat,
tayamum berarti menuju ke pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan
niat agar diperbolehkan melakukan shalat.[6]
Adapun rukun dan tata
cara tayamum adalah sebagai berikut :
a) Niat
Para ulama berbeda pendapat
tentang bagaimana niat tayamum seharusnya. Ulama Malikiyah dan Syafi’iah
berpendapat hampir sama, niat tayamum yang dianggap sah adalah niat tayamum
untuk diperbolehkan melaksanakan sholat atau niat melaksanakan kewajiban
tayamum, sedangkan untuk menghilangkan hadats tidak sah.
Sedangkan ulama Hanafiah
berpendapat bahwa niat hanya merupakan syarat sah tayamum, bukan rukun. Menurut
kelompok ini, yang penting niat disertai tujuan tayamum.[7]
b) Mengusap
wajah dan kedua tangan dengan debu.
Menurut
Malikiyah dan Hanabillah orang yang akan bertayamum harus menepukkan tanganya
ke tanah yang suci satu kali kemudian mengusapkanya ke tangan dan wajah,
sedangkan menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah harus menepukkan tangan dua kali,
yang pertama untuk diusapkan ke tangan dan yang kedua ke wajah.
Batasan
dalam mengusap wajah tidak diharuskan debu merata sampai kulit dasar jenggot
meskipun tidak lebat. Sedangkan bagian tangan sebagian ulama berpendapat hanya
mengusap sampai pergelangan tangan saja dan menganggap sampai ke siku sebagai
sunnah, namun sebagian mengqiyaskan dengan wudhu yaitu membasuh sampai
siku-siku.
c) Tartib
Syafi’iah
dan Hanabilah berpendapat bahwa tartib menjadi rukun tayamum untuk
menghilangkan hadats kecil, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar tidak
menjadi rukun. Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa tartib hanya sunah,
bukan wajib.
d) Muwalah
Shafi’iyah
dan Hanafiyah berpendapat bahwa muwalah atau berurutan tidak termasuk rukun
tayamum, melainkan sunah. Sedangkan Malikiyah dan Hanabilah berpendapat untuk
memasukkanya ke dalam rukun tayamum.[8]
c. Mandi besar
Mandi
adalah meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar
atau junub atau wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih ( air
mutlak ) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk
menghilangkan hadast besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah
sholat.
Mandi
itu disyariatkan berdasarkan Firman Allah SWT :
و ان كنتم جنبا فا طهروا
“Dan
jika kamu junub hendaklah bersuci!” (Q.S Al-Maidah : 6).[9]
Hal-hal
yang mewajibkan mandi wajib. Mandi itu diwajibkan atas lima perkara :
a.
Keluar air mani disertai syahwat, baik
diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita.
b.
Hubungan kelamin, yaitu memasukan alat
kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau tidak sampai keluar air mani.
c.
Firman Allah Ta’ala : “ jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci ”.
d.
Terhentinya
haid dan nifas.
e.
Mati,
bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
Rukun ( Fardhu ) dan
Tata Cara Mandi Besar.
Rukun
mandi besar ada dua antara lain :
1)
Niat ( bersamaan dengan membasuh
permulaan anggota tubuh ).
Tata
Cara Mandi Wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi ialah sebagai
berikut :
a)
Membaca Niat. Yaitu “ Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil fardlol
ilaahita’ala ”.
b)
Membilas atau membasuh seluruh badan
dengan air ( air mutlak yang menyucikan ) dari ujung kaki ke ujung rambut
secara merata.
d. Istinja’
( cebok )
Bersuci setelah buang
air kecil atau air besar disebut istinja’. Dalam hal ini boleh memakai air, dan
jika tidak mendapati air maka boleh memakai tiga buah batu kering. Tiga buah
batu yang dimaksud adalah bisa berupa tiga buah batu atau juga satu batu yang
memiliki tiga sisi ( segitga ). Hukum Istinja’ adalah wajib, bagi yang tidak
melakukannya terhitung dosa.
Etika saat buang air,
dalam ajaran Islam :
a.
Masuk kamar mandi mendahulukan kaki
kiri, dan keluar menggunakan kaki kanan
b.
Hendaklah memakai alas kaki atau sandal
c.
Selama dikamar mandi jangan bicara
kecuali terpaksa
d.
Hendaklah jauh dari orang agar baunya
tidak menggangu
e.
Menjauhi diri dari pandangan orang lain
f.
Jangan buang air di air yang tenang (
tidak mengalir )
B.
Alat –alat untuk bersuci
1.
Air
Ditinjau
dari hukumnya air dibagi menjadi empat :
a.
Air mutlak yaitu air suci yang dapat
dipakai mensucikan. Sebab belum berubah sifat ( bau, rasa, dan warnanya ).
b.
Air musyammas yaitu air suci yang dapat
dipakai untuk mensucikan, namun makruh digunakan. Mislanya, air bertempat
dilogam yang bukan emas, dan terkana panas matahari.
c.
Air musta’mal yaitu air suci tetapi
tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci,
meskipun air itu tidak berubah warna, rasa, dan baunya.
d.
Air mutanajis yaitu air yang terkena
najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah. Karenanya air tersebut tidak suci
dan tidak dapat dipakai mensucikan.
2.
Tanah
Dapat
mensucikan telapak kaki dan sandal yang dipergunakan berjalan diatas tanah, atau
dapat dipergunkan untuk menggosok sesuatu yang melekat diatas sandal, dengan
syarat bahan najis itu dapat hilang, menurut imamiyah dan hanafi.
C.
Macam - macan Hadas
Hadas
adalah suatu keadaan tidak suci dan tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan
demi sahnya ibadah. Hadas dibagi dua :
1.
Hadas kecil penyebabnya keluar sesuatu
dari dubur dan kubul, menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan tidur
nyenyak dalam keadaan tidak tetap. Cara mensucikan hadas kecil ini adalah
dengan wudhu atau tayamum.
2.
Hadas Besar penyebabnya keluar air mani,
bersetubuh ( baik keluar mani atau tidak ), menstruasi atau nifas ( keluar
darah karena melahirkan ), dan lain sebagainya. Cara mensucikan hadas besar
adalah dengan mandi wajib.
D.
Macam - macam Najis dan cara
menghilangkannya
Najis
adalah suatu benda kotor menurut syara’ ( hukum agama ). Benda – benda najis
itu meliputi :
1.
Darah, dan nanah
2.
Bangkai, kecuali bangkai manusia, ikan
laut, dan belalang
3.
Anjing dan babi
4.
Segala sesuatu yang dari dubur dan qubul
5.
Minuman keras, seperti arak
6.
Bagian atau anggota tubuh binatang yang
terpotong dan sebagainya sewaktu masih hidup
Adapun
macam - macam najis yaitu sebagai
berikut :
1.
Najis Ringan ( mukhofafah ), yaitu air
kencing bayi lelaki yang berumur dua tahun, dan belum makan sesutu kecuali air
susu ibunya. Menghilangkannya cukup diperceki air pada tempat yang terkena
najis tersebut. Jika air kencing itu dari bayi perempuan maka wajib dicuci
bersih. Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya pakaian dicuci jika terkena
air kencing anak perempuan, dan cukup diperciki air jika terkena kencing anak
laki - laki “. ( HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim )
2.
Najis Sedang ( mutawasitoh ), yaitu
segala sesuatu yang keluar dari dubur dan qubul manusia atau binatang, barang
cair yang memabukkan, dan bangkai ( kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan
belalang ) serta susu, tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan. Dalam hal ini
tikus termasuk golongan najis, karena tikus hidup di tempat - tempat kotor seperti comberan dan tempat sampah sekaligus
mencari makanan disana. Sedangkan kucing tidak najis. Rasulullah SAW telah
bersabda, “ Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia termasuk binatang yang
jinak kepada kalian “. ( HR Ash-habus Sunan dari Abu Qotadah ra.)
Najis
mutawasitoh dibagi dua :
a) Najis
I, yaitu yang berwujud ( tampak dan tidak dilihat ). Misalnya, kotoran manusia
atau binatang.
b) Najis
hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud ( tidak tampak dan tidak terlihat ),
seperti bekas air kencing, dan arak yang sudah mongering.
Cara membersihkan najis mutawashitho
ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat - sifat najisnya( yakni warna,
rasa, dan baunya ) hilang.
3. Najis
berat ( mugholladhoh ) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannyaharus
dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu air yang bercampur tanah. Muhammad
Rasulullah SAW bersabda : “ Jika bejana salah seorang diantara kalian
dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya hendaklah dicampur dengan
tanah ”. ( HR.Muslim ).
Selain tiga jenis kotoran diatas, ada
satu lagi, yaitu najis ma’fu ( najis yang dimaafkan ). Antara lain nanah dan
darah yang cuma sedikit, debu, air dari lorong - lorong ynag memercik sedikit
yang sulit dihindarkan.
IV. KESIMPULAN
Bersuci dari hadas maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau
bersuci. Dalam hukum Islam juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya
termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting. Macam - macam Thaharah ada empat
yaitu pertama, tentang wudhu yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua,
tentang bertanyamum yaitu pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga,
mandi besar yaitu menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat,
Istinja’ yaitu membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu
keluarnya kotoran itu.
Bersuci bisa juga
menggunakan alat - alat bantu yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW yaitu Air,
tanah, dan masih banyak lagi yang bisa digunakan. Macam - macam hadas juga
terbagi menjadi dua ialah hadas kecil yaitu yang disebabkan
oleh keluar sesuatu dari dubur dan kubul, sedangkan hadas besar yaitu yang
disebabkan oleh keluarnya air mani dan bersetubuh. Dan macam - macam Najis
terbagi menjadi tiga yaitu Najis Mukhofafah, Najis Mutawashitho, dan Najis
Mogholladhoh.
V.
PENUTUP
Demikian makalah
yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari Smakalah ini jauh dari kesempurnaan
maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat
kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah
pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak,
Kutbuddin, Fiqh Tradisi, Yogyakarta, 2012.
Al fauzan, saleh, Fiqih
Sehari-hari, Gema Insan, Jakarta, 2009.
Dainuri Muhamad, Kajian kitab kuning terhadap ajaran
islam, Sinar Jaya, Magelang,
1996.
Hamid, Abdul, Fiqh Ibadah,
CV Pustaka Setia, Bandung, 2008.
HR. Muslim, Fadlul
Wudlu, Daar al-fikr, Beirut.
Mughniyah, Muhammad jawad, Fiqih
Lima Mazhab, PT. Lentera Basritama, Jakarta, 2001.
Rifa’i, Drs.H.
Moh, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1978.
W. Alhafidz Ahsin, Fikih
Kesehatan, Amzah, Jakarta, 2007.
[1]
Al fauzan, saleh.. Fiqih Sehari-hari. (Jakarta. Gema Insan:
2009). hal: 8.
[4]
Aibak, Kutbuddin.. Fiqih Tradisi.( Yogyakarta:Teras, 2012) hal
:32.
[5]
Rifai, Drs. H. Moh., Ilmu Fiqih Islam Lengkap. (Semarang : PT. Karya
Toha Putra, 1978). Hlm. 63
[6] Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih Ibadah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006), hal: 80.
[7]
Isnatin Ulfah, Fiqih Ibadah . (Ponorogo: STAIN Press
Ponorogo,2009), hal: 56.
[8]
Abdul Rosyad Shiddiq, Fikih Ibadah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006), hlm
. 41.
[9] Sayyid, Sabiq, Drs, dkk, Fikih Sunah jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984),
hal.128-130.
[10]
Sayyid, Sabiq, Drs, dkk, Fikih Sunah jilid 1,(Jakarta:Mulyaco,1984),
hlm. 144
[11]
Dainuri Muhamad. ,Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam (Magelang
:Sinar Jaya Offset,1996) hal.27.
[12]
Dainuri Muhamad. ,Kajian kitab kuning terhadap ajaran islam (Magelang
:Sinar Jaya Offset,1996) .hal. 28.
thanks ya tas makalahnya.....
BalasHapusgan, mks atas informasi makalahnya , ijin untuk copy sebagai bahan referensi
BalasHapusthank kwan.... jaza kumullaahu khoirul jaza'....
BalasHapussyukron ya ukhti, mnta izin copy paste..
BalasHapus